Atresia Ani Kelainan Bawaan yang Perlu Dikenali Sejak Dini
Apa jadinya jika seorang bayi lahir tanpa lubang anus?
Mungkin terdengar mengejutkan, tetapi kondisi ini nyata dan disebut Atresia Ani. Atresia ani merupakan salah satu kelainan bawaan langka yang dapat mengancam kesehatan bayi jika tidak segera ditangani. Sayangnya, masih banyak masyarakat yang belum familiar dengan kondisi ini. Padahal, deteksi dan penanganan sejak dini sangat penting agar bayi bisa tumbuh dengan sehat.
Apa Itu Atresia Ani?
Atresia ani atau malformasi anorektal (MAR) adalah suatu kelainan kongenital yang menunjukan keadaan tanpa anus atau dengan anus yang tidak sempurna. Kondisi ini menyebabkan bayi tidak dapat mengeluarkan feses secara normal, sehingga perlu penanganan medis segera.
Hingga kini, penyebab pasti atresia ani belum sepenuhnya diketahui. Namun, para ahli menduga bahwa kelainan ini berkaitan dengan gangguan perkembangan janin pada trimester pertama kehamilan, terutama saat pembentukan sistem pencernaan bagian bawah.
Atresia ani terjadi sekitar 1 dari 5.000 kelahiran, dan bisa berdampak serius jika tidak ditangani sejak dini. Di Indonesia sendiri tercatat 50 kasus pada tahun 2016. Cukup jarang namun perlu diwaspadai!
Jenis-Jenis Atresia Ani
Terdapat tiga klasifikasi atresia ani yaitu:
- Tinggi (supralevator): Rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborectalis) dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit perineum >1 cm. Letak supralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital.
- Intermediate: Rektum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya.
- Rendah Rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm.
Gejala dan Deteksi Dini!
Bayi yang lahir dengan atresia ani dapat menunjukkan gejala yang terjadi dalam waktu 24-48 jam. Gejala itu dapat berupa:
- Tidak buang air besar dalam 24–48 jam pertama setelah lahir
- Perut kembung dan membesar
- Muntah, bisa berwarna hijau
- Tidak terlihat lubang anus atau lubangnya sangat sempit
- Kadang terdapat keluarnya tinja dari saluran kemih atau vagina (jika ada fistula)
Atresia ani biasanya dideteksi oleh tenaga medis setelah bayi lahir, atau dengan pemeriksaan ultrasonografi (USG) selama kehamilan jika ada kecurigaan. Penting bagi tenaga kesehatan dan orang tua untuk segera menyadari tanda-tanda ini agar bayi segera dirujuk ke fasilitas medis yang tepat.
Penanganan Medis
1. Colostomy:
Prosedur pembuatan lubang buatan (stoma) di dinding perut. Pada prosedur ini dibuat dua lubang, di mana lubang pertama terhubung ke usus besar bagian atas sebagai jalur sementara untuk pembuangan feses, sementara lubang kedua disebut fistula mucus yang berfungsi mengeluarkan lendir dari bagian usus bawah. Colostomy bermanfaat untuk mencegah infeksi dan memberi waktu agar tubuh siap untuk operasi lanjutan, dan biasanya bersifat sementara.
2. Posterior Sagittal Anorectoplasty (PSARP)
Merupakan perasi utama yang paling banyak digunakan. Pada prosedur ini, dokter membuat sayatan di bagian belakang perineum (antara anus dan alat kelamin) untuk membentuk saluran rektum yang baru dan menyambungkannya ke anus. PSARP sering digunakan pada berbagai jenis kelainan, seperti atresia ani tanpa lubang, serta kasus di mana saluran pembuangan (rektum) justru menyatu dengan organ lain seperti kandung kemih atau vagina. Teknik ini cukup kompleks namun sangat efektif dalam memperbaiki struktur tubuh agar fungsi buang air besar bisa kembali normal.
Selain PSARP, ada juga teknik ASARP atau Anterior Sagittal Anorectoplasty, yang mirip dengan PSARP namun dilakukan dari arah depan. Operasi ini biasanya digunakan untuk kasus tertentu, terutama pada anak perempuan yang memiliki kelainan saluran yang lebih kompleks. ASARP memiliki keunggulan dalam mempertahankan fungsi otot dan saraf di sekitar anus dan kandung kemih, sehingga meminimalkan risiko kerusakan.
3. Laparoskopi
Untuk kasus yang lebih sulit, terutama ketika letak usus terlalu tinggi, dokter dapat menggunakan laparoskopi, yaitu metode operasi dengan sayatan kecil dan bantuan kamera. Laparoskopi membantu dokter melihat dengan jelas posisi usus di dalam rongga perut dan memindahkannya ke posisi yang benar. Prosedur ini cenderung minim luka, lebih cepat sembuh, dan mengurangi risiko komplikasi seperti kerusakan otot dan inkontinensia.
Setelah operasi, anak tetap perlu diajarkan kontrol buang air besar dan dipantau fungsi ususnya dalam jangka panjang.
Atresia ani mungkin bukan kondisi yang sering kita dengar, tapi dampaknya sangat serius jika tidak segera dikenali dan ditangani. Oleh karena itu, kesadaran masyarakat—terutama orang tua dan tenaga kesehatan—sangat penting untuk mendeteksi kelainan ini sejak awal. Jika Anda adalah orang tua baru, sangat penting untuk memeriksa kondisi fisik bayi secara menyeluruh sesaat setelah lahir, termasuk memastikan bahwa lubang anus ada dan terbuka dengan baik. Meskipun terdengar sepele, langkah sederhana ini bisa menjadi penentu keselamatan si kecil. Dengan kemajuan teknologi medis saat ini, bayi dengan atresia ani memiliki harapan hidup yang tinggi dan peluang untuk tumbuh dengan kualitas hidup yang baik. Mari tingkatkan kesadaran dan sebarkan informasi ini, agar lebih banyak bayi mendapatkan awal kehidupan yang sehat, aman, dan penuh harapan.
Daftar Pustaka
Lokananta, I., & Rochadi. (2017). Malformasi Anorektal. Jurnal Kedokteran Meditek , 22 (58). https://doi.org/10.36452/jkdoktmeditek.v22i58.1265
Fajrin, D. H., Ernawati., Ria Dini, A. Y., Wulandari, E., Ermawati, I., et al. (2022). Kelainan bawaan dan penyakit yang sering dialami bayi dan balita. Penerbit Rena Cipta Mandiri.
Hapsari, A. T. (2023). Diagnosis dan penatalaksanaan atresia ani pada bayi baru lahir: Tinjauan literatur. Mandala of Health, 16(2), 156–169. https://doi.org/10.20884/1.mandala.2023.16.2.9643
Suherlin, I., Yulianingsih, E., & Porouw, H. S. (2023). Buku ajar asuhan neonatus, bayi dan balita. Deepublish Digital.
Komentar
Posting Komentar